Pelepasan Jamaah Haji PT. Pertamina Hulu Indonesia El Nusa.
Masjid Baitul Hikmah. Graha El Nusa DKI Jakarta, Rabu, 16 Dzulqo’dah
1446H/ 14 Mei 2025
Ustadz Mahfudz Umri, Lc. hafizhahullah
BERHAJI DENGAN ILMU UNTUK MERAIH HAJI
MABRUR
Ibadah merupakan suatu nikma dan
akan terasa nikmat jika kita memahami hakikatnya ibadah karna ibadah merupakan
sarana seorang hamba berhubungan dgn sang Pencipta nya.
Dari Anas bin Malik, Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ
الإِيمَانِ مَنْ كَانَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا ، وَمَنْ
أَحَبَّ عَبْدًا لاَ يُحِبُّهُ إِلاَّ لِلَّهِ ، وَمَنْ يَكْرَهُ أَنْ يَعُودَ فِى
الْكُفْرِ بَعْدَ إِذْ أَنْقَذَهُ اللَّهُ ، كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُلْقَى فِى النَّارِ
“Tiga
perkara yang bisa seseorang memilikinya maka ia akan merasakan manisnya iman,
yaitu: (1) Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai dari selain keduanya, (2) Ia
mencintai saudaranya hanyalah karena Allah, (3) ia benci kembali pada kekufuran
setelah Allah menyelamatkan darinya sebagaimana ia tidak suka jika dilemparkan
dalam api.” (HR. Bukhari no. 21 dan Muslim no. 43).
Jika kita meminta kepada allah
dalam melaksanakan ibadah haji maka mintalah untuk kebaikan dunia dan akhirat,
sebagaimana yang Allah firmankan :
فَإِذَا قَضَيْتُمْ مَنَاسِكَكُمْ فَاذْكُرُوا
اللَّهَ كَذِكْرِكُمْ آبَاءَكُمْ أَوْ أَشَدَّ ذِكْرًا ۗ فَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا وَمَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ
Apabila kamu telah
menyelesaikan manasik (rangkaian ibadah) haji, berzikirlah kepada Allah sebaaimana
kamu menyebut-nyebut nenek moyang kamu, bahkan berzikirlah lebih dari itu. Di
antara manusia ada yang berdoa, “Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di
dunia,” sedangkan di akhirat dia tidak memperoleh bagian apa pun.” (Al-Baqarah
: 200)
وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا
فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Di antara mereka ada juga yang
berdoa, “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat
serta lindungilah kami dari azab neraka.” (Al-Baqarah : 201)
Orang yang berhaji dan umrah
adalah tamu² allah.
Dari Abdullah, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
تَابِعُوا بَيْنَ الْحَجِّ وَالْعُمْرَةِ
فَإِنَّهُمَا يَنْفِيَانِ الْفَقْرَ وَالذُّنُوبَ كَمَا يَنْفِى الْكِيرُ خَبَثَ الْحَدِيدِ
وَالذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَلَيْسَ لِلْحَجَّةِ الْمَبْرُورَةِ ثَوَابٌ إِلاَّ الْجَنَّةُ
“Ikutkanlah
umrah kepada haji, karena keduanya menghilangkan kemiskinan dan dosa-dosa
sebagaimana pembakaran menghilangkan karat pada besi, emas, dan perak.
Sementara tidak ada pahala bagi haji yang mabrur kecuali surga.” (HR. An Nasai
no. 2631, Tirmidzi no. 810, Ahmad 1/387. Kata Syaikh Al Albani hadits ini hasan
shahih)
Kaya merupakan kaya hati
Dalam riwayat Ibnu Hibban, Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi nasehat berharga kepada sahabat Abu Dzar.
Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu berkata,
قَالَ لِي رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : يَا أَبَا ذَرّ أَتَرَى كَثْرَة الْمَال هُوَ الْغِنَى ؟ قُلْت
: نَعَمْ . قَالَ : وَتَرَى قِلَّة الْمَال هُوَ الْفَقْر ؟ قُلْت : نَعَمْ يَا رَسُول
اللَّه . قَالَ : إِنَّمَا الْغِنَى غِنَى الْقَلْب ، وَالْفَقْر فَقْر الْقَلْب
“Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata padaku, “Wahai Abu Dzar, apakah engkau
memandang bahwa banyaknya harta itulah yang disebut kaya (ghoni)?” “Betul,”
jawab Abu Dzar. Beliau bertanya lagi, “Apakah engkau memandang bahwa sedikitnya
harta itu berarti fakir?” “Betul,” Abu Dzar menjawab dengan jawaban serupa.
Lantas beliau pun bersabda, “Sesungguhnya yang namanya kaya (ghoni) adalah
kayanya hati (hati yang selalu merasa cukup). Sedangkan fakir adalah fakirnya
hati (hati yang selalu merasa tidak puas).” (HR. Ibnu Hibban. Syaikh Syu’aib Al
Arnauth berkata bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Muslim)
الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ ۚ فَمَنْ
فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجِّ
ۗ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللَّهُ ۗ وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ
الزَّادِ التَّقْوَىٰ ۚ وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ
(Musim) haji itu (berlangsung
pada) bulan-bulan yang telah dimaklumi. Siapa yang mengerjakan (ibadah) haji
dalam (bulan-bulan) itu, janganlah berbuat rafaṡ, berbuat maksiat, dan
bertengkar dalam (melakukan ibadah) haji. Segala kebaikan yang kamu kerjakan
(pasti) Allah mengetahuinya. Berbekallah karena sesungguhnya sebaik-baik bekal
adalah takwa. Bertakwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang mempunyai akal sehat.
(Al-Baqarah : 197)
Jangan berbuat dosa di bulan
haram karena dosa dilipatgandakan begitupun dgn amal kebaikan
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا
عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا
أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ ۚ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ
ۚ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً ۚ وَاعْلَمُوا
أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ
Sesungguhnya bilangan bulan di
sisi Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) ketetapan Allah (di Lauh
Mahfuz) pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat
bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi
dirimu padanya (empat bulan itu), dan perangilah orang-orang musyrik semuanya
sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya. Ketahuilah bahwa sesungguhnya
Allah bersama orang-orang yang bertakwa. (At-Taubah : 36)
dalam hadits dari Abu Bakroh, Nabi
shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
الزَّمَانُ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ
يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ ، السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا ، مِنْهَا
أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ، ثَلاَثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ
، وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِى بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ
“Setahun berputar sebagaimana keadaannya sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram (suci). Tiga bulannya berturut-turut yaitu Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram. (Satu bulan lagi adalah) Rajab Mudhor yang terletak antara Jumadal (akhir) dan Sya’ban.” (HR. Bukhari no. 3197 dan Muslim no. 1679).
Para Sahabat Nabi Mengingkari
Amalan Bid’ah
Demikian pula para sahabat Nabi
ridhwanullah ‘alaihim, mereka mengingkari orang yang melakukan ibadah jika
disertai kebid’ahan. Walaupun niatnya baik dan bentuknya adalah ibadah.
Sebagaimana Abdullah bin Mas’ud radhiallahu’anhu, beliau mengingkari
orang-orang yang berdzikir secara berjama’ah di masjid. Dikisahkan oleh Abu
Musa Al Asy’ari radhiallahu’anhu:
قال رأيتُ في المسجدِ قومًا حِلَقًا جلوسًا
ينتظرون الصلاةَ في كلِّ حلْقةٍ رجلٌ وفي أيديهم حصًى فيقول كَبِّرُوا مئةً فيُكبِّرونَ
مئةً فيقول هلِّلُوا مئةً فيُهلِّلون مئةً ويقول سبِّحوا مئةً فيُسبِّحون مئةً قال
فماذا قلتَ لهم قال ما قلتُ لهم شيئًا انتظارَ رأيِك قال أفلا أمرتَهم أن يعُدُّوا
سيئاتِهم وضمنتَ لهم أن لا يضيعَ من حسناتهم شيءٌ ثم مضى ومضَينا معه حتى أتى حلقةً
من تلك الحلقِ فوقف عليهم فقال ما هذا الذي أراكم تصنعون قالوا يا أبا عبدَ الرَّحمنِ
حصًى نعُدُّ به التكبيرَ والتهليلَ والتَّسبيحَ قال فعُدُّوا سيئاتِكم فأنا ضامنٌ أن
لا يضيعَ من حسناتكم شيءٌ ويحكم يا أمَّةَ محمدٍ ما أسرعَ هلَكَتِكم هؤلاءِ صحابةُ
نبيِّكم صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ مُتوافرون وهذه ثيابُه لم تَبلَ وآنيتُه لم تُكسَرْ
والذي نفسي بيده إنكم لعلى مِلَّةٍ هي أهدى من ملةِ محمدٍ أو مُفتتِحو بابَ ضلالةٍ
قالوا والله يا أبا عبدَ الرَّحمنِ ما أردْنا إلا الخيرَ قال وكم من مُريدٍ للخيرِ
لن يُصيبَه إنَّ رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ حدَّثنا أنَّ قومًا يقرؤون
القرآنَ لا يجاوزُ تراقيهم يمرُقونَ من الإسلامِ كما يمرُقُ السَّهمُ منَ الرَّميّةِ
وأيمُ اللهِ ما أدري لعلَّ أكثرَهم منكم ثم تولى عنهم فقال عمرو بنُ سلَمةَ فرأينا
عامَّةَ أولئك الحِلَقِ يُطاعِنونا يومَ النَّهروانِ مع الخوارجِ
“Abu
Musa Al Asy’ari berkata: aku melihat di masjid ada beberapa orang yang duduk
membuat halaqah sambil menunggu shalat. Setiap halaqah ada seorang (pemimpin)
yang memegangi kerikil, kemudian ia berkata: bertakbirlah 100 kali! Maka para
pesertanya pun bertakbir 100 kali. Kemudian pemimpinnya berkata: bertahlil lah
100 kali! Maka para pesertanya pun bertahlil 100 kali. Kemudian pemimpinnya
berkata: bertasbih lah 100 kali! Maka para pesertanya pun bertasbih 100 kali.
Ibnu Mas’ud berkata: lalu apa
yang engkau katakan kepada mereka wahai Abu Musa? Abu Musa menjawab: aku tidak
katakan apapun karena menunggu pandanganmu. Ibnu Mas’ud berkata: mengapa tidak
engkau katakan saja pada mereka: hitunglah keburukan-keburukan kalian saja,
maka aku jamin kebaikan-kebaikan kalian tidak akan disia-siakan sama sekali.
Kemudian Ibnu Mas’ud pergi dan
kami pun pergi bersama beliau. Sampai pada suatu hari Ibnu Mas’ud mendapati
sendiri halaqah tersebut. Lalu beliau pun berdiri di hadapan mereka.
Ibnu Mas’ud berkata: apa yang
kalian lakukan ini? Mereka menjawab: Wahai Abu Abdirrahman, ini adalah kerikil
untuk menghitung takbir, tahlil dan tasbih! Ibnu Mas’ud berkata: hitunglah
keburukan-keburukan kalian saja, maka aku jamin kebaikan-kebaikan kalian tidak
akan disia-siakan sama sekali. Wahai umat Muhammad, betapa cepatnya kalian
binasa! Demi Allah, yang kalian lakukan ini adalah ajaran agama yang lebih baik
dari ajaran Muhammad atau kalian sedang membuka pintu kesesatan!
Mereka mengatakan: Wahai Abu
Abdirrahman, kami tidak menginginkan apa-apa kecuali kebaikan! Ibnu Mas’ud
menjawab: betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan namun tidak
mendapatkannya. Sesungguhnya Rasulullah mengatakan kepada kami tentang suatu
kaum yang mereka membaca Al-Qur’an akan tetapi (bacaan mereka) tidak melewati
tenggorokan mereka, demi Allah, saya tidak tahu bisa jadi kebanyakan mereka
adalah dari kalian. Kemudian Ibnu Mas’ud meninggalkan mereka”.
Amr bin Salamah berkata ,
”Kami melihat kebanyakan orang-orang yang ada di halaqah itu adalah orang-orang
yang ikut melawan kami di barisan khawarij pada perang Nahrawan” (Diriwayatkan
Ad Darimi dalam Sunan-nya no.210, dishahihkan Al Albani dalam As Silsilah Ash
Shahihah, 5/11).
10 hari di bulan Dzulhijjah merupakan hari dimana amal yang tidak bisa dibandingkan dgn apapun. keutamaan beramal di sepuluh hari pertama Dzulhijah diterangkan dalam hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berikut,
« مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ
فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ ». يَعْنِى أَيَّامَ الْعَشْرِ.
قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ « وَلاَ الْجِهَادُ
فِى سَبِيلِ اللَّهِ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ
ذَلِكَ بِشَىْءٍ
».
“Tidak
ada satu amal sholeh yang lebih dicintai oleh Allah melebihi amal sholeh yang
dilakukan pada hari-hari ini (yaitu 10 hari pertama bulan Dzul Hijjah).” Para
sahabat bertanya: “Tidak pula jihad di jalan Allah?” Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam menjawab, “Tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali orang yang
berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya namun tidak ada yang kembali satupun.“
HR. Abu Daud no. 2438, At Tirmidzi no. 757, Ibnu Majah no. 1727, dan Ahmad no.
1968, dari Ibnu ‘Abbas.
Amalan dilipatgandakan. Dalam
hadits qudsi, Nabi bersabda allah berfirman barangsiapa niat sungguh melakukan
kebaikan namun tidak sampai dilakukan allah catat sempurna.
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَـا
، عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْمَـا يَرْوِيْهِ عَنْ
رَبِّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى ، قَالَ : «إِنَّ اللهَ كَتَبَ الْـحَسَنَاتِ وَالسَّيِّـئَاتِ
، ثُمَّ بَيَّنَ ذَلِكَ ، فَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا ، كَتَبَهَا
اللهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً ، وَإِنْ هَمَّ بِـهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهُ اللّـهُ
عَزَّوَجَلَّ عِنْدَهُ عَشْرَ حَسَنَاتٍ إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ إِلَى أَضْعَافٍ
كَثِيْرَةٍ ، وَإِنْ هَمَّ بِسَيِّـئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا ؛ كَتَبَهَا اللهُ عِنْدَهُ
حَسَنَةً كَامِلَةً ، وَإِنْ هَمَّ بِهَـا فَعَمِلَهَا ، كَتَبَهَا اللهُ سَيِّئَةً
وَاحِدَةً ». رَوَاهُ الْـبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ فِـيْ صَحِيْحَيْهِمَـا بِهَذِهِ الْـحُرُوْفِ
Dari Ibnu ‘Abbâs Radhiyallahu
anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang hadits yang beliau
riwayatkan dari Rabb-nya Azza wa Jalla . Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Sesungguhnya Allâh menulis kebaikan-kebaikan dan kesalahan-kesalahan
kemudian menjelaskannya. Barangsiapa berniat melakukan kebaikan namun dia tidak
(jadi) melakukannya, Allâh tetap menuliskanya sebagai satu kebaikan sempurna di
sisi-Nya. Jika ia berniat berbuat kebaikan kemudian mengerjakannya, maka Allâh
menulisnya di sisi-Nya sebagai sepuluh kebaikan hingga tujuh ratus kali lipat
sampai kelipatan yang banyak. Barangsiapa berniat berbuat buruk namun dia tidak
jadi melakukannya, maka Allâh menulisnya di sisi-Nya sebagai satu kebaikan yang
sempurna. Dan barangsiapa berniat berbuat kesalahan kemudian
mengerjakannya, maka Allâh menuliskannya sebagai satu kesalahan.” [HR.
al-Bukhâri dan Muslim dalam kitab Shahiih mereka]
Ketika sudah dalam keadaan
berhaji atau umrah Jangan berkata jorok, berbuat kefasikan (dosa dan maksiat)
dan berdebat
ٱلْحَجُّ أَشْهُرٌ مَّعْلُومَٰتٌ ۚ فَمَن
فَرَضَ فِيهِنَّ ٱلْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِى ٱلْحَجِّ
ۗ وَمَا تَفْعَلُوا۟ مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ ٱللَّهُ ۗ وَتَزَوَّدُوا۟ فَإِنَّ خَيْرَ
ٱلزَّادِ ٱلتَّقْوَىٰ ۚ وَٱتَّقُونِ يَٰٓأُو۟لِى ٱلْأَلْبَٰبِ
Artinya: (Musim) haji adalah
beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan
itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan
berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan
berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya
sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang
berakal. (Al-Baqarah Ayat 197)
“Takwa adalah seseorang beramal
ketaatan pada Allah atas cahaya (petunjuk) dari Allah karena mengharap
rahmat-Nya dan ia meninggalkan maksiat karena cahaya (petunjuk) dari Allah
karena takut akan siksa-Nya. Tidaklah seseorang dikatakan mendekatkan diri pada Allah selain dengan menjalankan
kewajiban yang Allah tetapkan dan menunaikan hal-hal yang sunnah. Allah Ta’ala
berfirman,
وَمَا تَقَرَّبَ إِلَىَّ عَبْدِى بِشَىْءٍ
أَحَبَّ إِلَىَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ ، وَمَا يَزَالُ عَبْدِى يَتَقَرَّبُ
إِلَىَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ
“Tidaklah
seorang hamba mendekatkan diri pada-Ku dengan amalan wajib yang Aku cintai. Dan
hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri pada-Ku dengan amalan sunnah hingga Aku
mencintainya.” Inilah hadits shahih yang disebut dengan hadits qudsi
diriwayatkan oleh Imam Bukhari.” (Al Majmu’ Al Fatawa, 10: 433)
Sebagai pedoman Bagi jamaah
haji bisa merujuk kepada 6 prinsip dalam beribadah
Perhatikan 6 prinsip ibadah
1. Lillah ( لله ) ikhlas beribadah
karena Allah Ta'aala
2. Fillaah ( في الله ) beribadah sesuai
dengan tuntunan Nabi صلى الله عليه وسلم
3. Billah (بالله ) meminta pertolongan
Allah Ta'aala dalam menjalankan ibadah
4. Al Khouf ( الخوف ) merasa takut kepada
Allah. Takut adzabNya, takut amal ibadah tidak diterima, takut ibadahnya
tercampur riya', sombong, ujub dll
5. Rasa Harap ( الرجاء ) rasa harap ampunan
Allah. Pahala dan RahmatNya, harapan agar amal ibadah diterima Allah
6. Al mahabbah ( المحبة ) yaitu kita beribadah
didasarkan atas cinta kepada Allah Ta'aala. Senang semangat dan giat beribadah
kepada Allah Ta'aala
Tidak akan pernah sampai
daging dan darah kurban kecuali ketaqwaan
Yang diharap yang utama bukanlah
daging atau darah yang mengalir setelah penyembelihan. Yang terpenting yang
Allah harap dari ibadah kurban adalah takwa dan keikhlasan kita.
Allah Ta’ala berfirman,
لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا
دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ
“Daging-daging
unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah,
tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.” (QS. Al Hajj: 37)
Haji itu berat dan harus
ikhlas karna allah agar tidak merugi dihadapqn allah. Tiga orang masuk neraka
pertama kali
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda,
وَرَجُلٌ تَعَلَّمَ الْعِلْمَ وَعَلَّمَهُ
وَقَرَأَ الْقُرْآنَ فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا قَالَ فَمَا عَمِلْتَ
فِيهَا قَالَ تَعَلَّمْتُ الْعِلْمَ وَعَلَّمْتُهُ وَقَرَأْتُ فِيكَ الْقُرْآنَ قَالَ
كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ تَعَلَّمْتَ الْعِلْمَ لِيُقَالَ عَالِمٌ وَقَرَأْتَ الْقُرْآنَ
لِيُقَالَ هُوَ قَارِئٌ فَقَدْ قِيلَ ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى
أُلْقِيَ فِي النَّارِ
مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْعَاجِلَةَ عَجَّلْنَا
لَهُ فِيهَا مَا نَشَاءُ لِمَنْ نُرِيدُ ثُمَّ جَعَلْنَا لَهُ جَهَنَّمَ يَصْلَاهَا
مَذْمُومًا مَدْحُورًا
Siapa yang menghendaki
kehidupan sekarang (duniawi) Kami segerakan baginya di (dunia) ini apa yang
Kami kehendaki bagi siapa yang Kami kehendaki. Kemudian, Kami sediakan baginya
(neraka) Jahanam. Dia akan memasukinya dalam keadaan tercela lagi terusir (dari
rahmat Allah). (Al-Isrā : 18)
لَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَفْرَحُونَ
بِمَا أَتَوْا وَيُحِبُّونَ أَنْ يُحْمَدُوا بِمَا لَمْ يَفْعَلُوا فَلَا تَحْسَبَنَّهُمْ
بِمَفَازَةٍ مِنَ الْعَذَابِ ۖ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Jangan sekali-kali kamu
mengira bahwa orang yang gembira dengan apa (perbuatan buruk) yang telah mereka
kerjakan dan suka dipuji atas perbuatan (yang mereka anggap baik) yang tidak
mereka lakukan, kamu jangan sekali-kali mengira bahwa mereka akan lolos dari
azab. Mereka akan mendapat azab yang sangat pedih. (Āli 'Imrān : 188)
Jika kita sudah ikhlas dan
mendapatkan pujian orang maka itu merupakan kabar gembira yg disegerakan bagi
orang beriman.
Dalam hadis dari Abu Dzar
radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya,
“Bagaimana jika ada orang yang
melakukan amal baik, kemudian dia dipuji oleh masyarakat?”
Jawab Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam, “Itu adalah kabar gembira bagi mukmin yang disegerakan,” (HR. Ahmad
21380 & Muslim 6891).
Hendaknya manasik haji segera
dipelajari agar sesuai sunnah.
Khusus di dalam pelaksanaan ibadah
haji Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ خُذُوا مَنَاسِكَكُمْ
فَإِنِّى لاَ أَدْرِى لَعَلِّى لاَ أَحُجُّ بَعْدَ عَامِى هَذَا
“Wahai
manusia, ambilah manasik kalian (dariku), karena sesungguhnya aku tidak
mengetahui mungkin saja aku tidak berhaji setelah tahun ini”. (HR. Muslim dan
lafazh ini dari riwayat An Nasai).
Hendaklah semua ibadah
senantiasa meminta pertolongan kepada allah...
عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُ قَالَ : قُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللهِ أَخْبِرْنِي بِعَمَلٍ يُدْخِلُنِي الجَنَّةَ
وَيُبَاعِدُنِي عَنِ النَّارِ قَالَ : لَقَدْ سَأَلْتَ عَنْ عَظِيمٍ وَإِنَّهُ لَيَسِيرٌ
عَلَى مَنْ يَسَّرَهُ اللَّهُ عَلَيْهِ تَعْبُدُ اللَّهَ لاَ تُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا
وَتُقِيمُ الصَّلاَةَ وَتُؤْتِى الزَّكَاةَ وَتَصُومُ رَمَضَانَ وَتَحُجُّ الْبَيْتَ
ثُمَّ قَالَ « أَلاَ أَدُلُّكَ عَلَى أَبْوَابِ الْخَيْرِ الصَّوْمُ جُنَّةٌ وَالصَّدَقَةُ
تُطْفِئُ الْخَطِيئَةَ كَمَا يُطْفِئُ الْمَاءُ النَّارَ وَصَلاَةُ الرَّجُلِ فِي جَوْفِ
اللَّيْلِ ». ثُمَّ تَلاَ : { تَتَجَافَى جُنُوْبُهُمْ عَنِ المَضَاجِعِ } { حَتَّى
إِذَا بَلَغَ } { يَعْمَلُوْنَ }
ثُمَّ قَالَ « أَلاَ أُخْبِرُكَ بِرَأْسِ
الأَمْرِ وَعَمُودِهِ وَذِرْوَةِ سَنَامِهِ ». قُلْتُ بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ.
قَالَ « رَأْسُ الأَمْرِ الإِسْلاَمُ وَعَمُودُهُ
الصَّلاَةُ وَذِرْوَةُ سَنَامِهِ الْجِهَادُ ». ثُمَّ قَالَ « أَلاَ أُخْبِرُكَ بِمَلاَكِ
ذَلِكَ كُلِّهِ ». قُلْتُ بَلَى يَا رَسُوْلَ اللَّهِ قَالَ فَأَخَذَ بِلِسَانِهِ قَالَ
« كُفَّ عَلَيْكَ هَذَا ». فَقُلْتُ يَا نَبِىَّ اللَّهِ وَإِنَّا لَمُؤَاخَذُونَ بِمَا
نَتَكَلَّمُ بِهِ فَقَالَ « ثَكِلَتْكَ أُمُّكَ وَهَلْ يَكُبُّ النَّاسَ فِى النَّارِ
عَلَى وُجُوهِهِمْ أَوْ قاَلَ عَلَى مَنَاخِرِهِمْ إِلاَّ حَصَائِدُ أَلْسِنَتِهِمْ
». رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ وَقَالَ : حَدِيْثٌ حَسَنٌ صَحِيْحٌ
Dari Mu’adz bin Jabal
radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku berkata, ‘Wahai Rasulullah! Beritahukanlah
kepadaku amal perbuatan yang dapat memasukkanku ke surga dan menjauhkanku dari
neraka.’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Sungguh, engkau bertanya
tentang perkara yang besar, tetapi sesungguhnya hal itu adalah mudah bagi orang
yang Allah mudahkan atasnya: Engkau beribadah kepada Allah dan jangan
mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun, mendirikan shalat, membayar zakat,
berpuasa di bulan Ramadhan, dan pergi haji ke Baitullah.’ Kemudian Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Maukah engkau aku tunjukkan
pintu-pintu kebaikan? Puasa adalah perisai, sedekah itu memadamkan kesalahan
sebagaimana air memadamkan api, dan shalatnya seseorang di pertengahan malam.’
Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca firman Allah, ‘Lambung
mereka jauh dari tempat tidurnya’, sampai pada firman Allah ‘yang mereka
kerjakan.’ (QS. As-Sajdah: 16-17). Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‘Maukah engkau aku jelaskan tentang pokok segala perkara, tiang-tiangnya, dan
puncaknya?’ Aku katakan, ‘Mau, wahai Rasulullah!’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, ‘Pokok segala perkara adalah Islam, tiang-tiangnya adalah
shalat, dan puncaknya adalah jihad.’ Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, ‘Maukah kujelaskan kepadamu tentang hal yang menjaga itu
semua?’ Aku menjawab, ‘Mau, wahai Rasulullah!’ Beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam menjawab lalu memegang lidah beliau dan bersabda, ‘Jagalah ini (lisan)!’
Kutanyakan, ‘Wahai Nabi Allah, apakah kita akan disiksa dengan sebab perkataan
kita?’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Semoga ibumu kehilanganmu!
(kalimat ini maksudnya adalah untuk memperhatikan ucapan selanjutnya). Tidaklah
manusia tersungkur di neraka di atas wajah atau di atas hidung mereka melainkan
dengan sebab lisan mereka.’” (HR. Tirmidzi, ia mengatakan bahwa hadits ini
hasan sahih). [HR. Tirmidzi, no. 2616 dan Ibnu Majah, no. 3973. Al-Hafizh Abu
Thahir mengatakan hadits ini hasan].
Mendawamkan Doa safar
[1] Doa orang mukim kepada
orang yang hendak bersafar
أَسْتَوْدِعُ اللَّهَ دِينَكَ وَأَمَانَتَكَ
وَخَوَاتِيمَ عَمَلِكَ
Artinya: Aku menitipkan agamamu,
amanahmu, dan amal terakhirmu kepada Allah.
[2] Doa bekal takwa dari orang
mukim kepada yang hendak bersafar
زَوَّدَكَ اللَّهُ التَّقْوَى وَغَفَرَ
ذَنْبَكَ وَيَسَّرَ لَكَ الْخَيْرَ حَيْثُمَا
كُنْتَ
Artinya: Semoga Allah membekalimu
ketakwaan, mengampuni dosamu, dan memudahkan kebaikan untukmu di mana pun kamu
berada.
أَسْتَوْدِعُكَ اللَّهَ الَّذِى لاَ تَضِيعُ
وَدَائِعُهُ
Artinya: Aku menitipkan kalian
kepada Allah yang tidak mungkin menyia-nyiakan titipan [yang dititipkan
kepadanya.
بِسْمِ اللَّهِ تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ
لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ
Artinya: Dengan nama Allah, aku
bertawakal kepada-Nya; tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan-Nya.
بِسْمِ اللَّهِ 3
الحَمْدُ للِه
سُبْحَانَ الَّذِى سَخَّرَ لَنَا هَذَا
وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِينَ وَإِنَّا إِلَى رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُونَ
الحَمْدُ للِه 3
الله أَكْبَرُ 3
سُبْحَانَكَ إِنِّى قَدْ ظَلَمْتُ نَفْسِى
فَاغْفِرْ لِى فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلاَّ أَنْتَ
Artinya: Dengan menyebut nama
Allah (3x). Segala puji bagi Allah.
Mahasuci Allah yang telah
menundukkan semua ini bagi kami padahal kami sebelumnya tidak mampu
menguasainya, dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Rabb kami.
Mahasuci Engkau, sesungguhnya aku
telah menzalimi diriku sendiri maka ampunilah aku, karena tidak ada yang
mengampuni dosa-dosa selain Engkau.
الله أَكْبَرُ 3
سُبْحَانَ الَّذِى سَخَّرَ لَنَا هَذَا
وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِينَ وَإِنَّا إِلَى رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُونَ اللَّهُمَّ
إِنَّا نَسْأَلُكَ فِى سَفَرِنَا هَذَا الْبِرَّ وَالتَّقْوَى وَمِنَ الْعَمَلِ مَا
تَرْضَى اللَّهُمَّ هَوِّنْ عَلَيْنَا سَفَرَنَا هَذَا وَاطْوِ عَنَّا بُعْدَهُ اللَّهُمَّ
أَنْتَ الصَّاحِبُ فِى السَّفَرِ وَالْخَلِيفَةُ فِى الأَهْلِ اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ
بِكَ مِنْ وَعْثَاءِ السَّفَرِ وَكَآبَةِ الْمَنْظَرِ وَسُوءِ الْمُنْقَلَبِ فِى الْمَالِ
وَالأَهْلِ
Artinya:
Allah Mahabesar, Allah Mahabesar,
Allah Mahabesar.
Mahasuci Allah yang telah
menundukkan untuk kami kendaraan ini, padahal kami sebelumnya tidak mempunyai
kemampuan untuk melakukannya, dan sesungguhnya hanya kepada Rabb kami, kami
akan kembali. Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada-Mu kebaikan,
ketakwaan, dan amal yang Engkau ridhai dalam perjalanan kami ini. Ya Allah,
mudahkanlah perjalanan kami ini, dekatkanlah bagi kami jarak yang jauh. Ya
Allah, Engkau adalah rekan dalam perjalanan dan pengganti di tengah keluarga.
Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kesukaran perjalanan,
tempat kembali yang menyedihkan, dan pemandangan yang buruk pada harta dan
keluarga.
[8] Mendoakan untuk kebaikan diri,
keluarga, orang terdekat, dan kaum muslimin secara umum ketika bersafar.
Dalam hadits disebutkan,
ثَلَاثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لَا شَكَّ
فِيهِنَّ: دَعْوَةُ الْمَظْلُومِ، وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ، وَدَعْوَةُ الْوَالِدِ
عَلَى وَلَدِهِ
“Tiga
waktu diijabahi (dikabulkan) doa yang tidak diragukan lagi yaitu: (1) doa orang
yang terzalimi, (2) doa seorang musafir, (3) doa orang tua pada anaknya.” (HR.
Ahmad, 12:479; Tirmidzi, no. 1905; Ibnu Majah, no. 3862. Syaikh Al-Albani
menghasankan hadits ini).
Hendaknya juga kita merasa
takut dan khwatir terhadap ibadah kita yang mungkin tidak diterima oleh allah.
Aisyah bertanya kepada nabi, hadits nya tentang nanti diakhirat orang membawa amalnya
dan tidak
Para ulama salaf terdahulu begitu
semangat untuk menyempurnakan amalan mereka, kemudian mereka berharap-harap agar
amalan tersebut diterima oleh Allah dan khawatir jika tertolak. Merekalah yang
disebutkan dalam firman Allah,
وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ
وَجِلَةٌ
“Dan
orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut.”
(QS. Al Mu’minun: 60)
‘Aisyah
mengatakan,
يَا رَسُولَ اللَّهِ (وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ
مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ) أَهُوَ الرَّجُلُ الَّذِى يَزْنِى وَيَسْرِقُ وَيَشْرَبُ
الْخَمْرَ قَالَ « لاَ يَا بِنْتَ أَبِى بَكْرٍ – أَوْ يَا بِنْتَ الصِّدِّيقِ – وَلَكِنَّهُ
الرَّجُلُ يَصُومُ وَيَتَصَدَّقُ وَيُصَلِّى وَهُوَ يَخَافُ أَنْ لاَ يُتَقَبَّلَ مِنْهُ ».
“Wahai
Rasulullah! Apakah yang dimaksudkan dalam ayat “Dan orang-orang yang memberikan
apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut”, adalah orang yang
berzina, mencuri dan meminum khomr?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas
menjawab, “Wahai putri Ash Shidiq (maksudnya Abu Bakr Ash Shidiq, pen)! Yang
dimaksud dalam ayat tersebut bukanlah seperti itu. Bahkan yang dimaksudkan
dalam ayat tersebut adalah orang yang yang berpuasa, yang bersedekah dan yang
shalat, namun ia khawatir amalannya tidak diterima.”
Dari Fudholah bin ‘Ubaid, beliau
mengatakan, “Seandainya aku mengetahui bahwa Allah menerima dariku satu amalan
kebaikan sebesar biji saja, maka itu lebih kusukai daripada dunia dan seisinya,
karena Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ
“Sesungguhnya
Allah hanya menerima (amalan) dari orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al Ma-idah:
27)”
Ibnu Diinar mengatakan, “Tidak
diterimanya amalan lebih ku khawatirkan daripada banyak beramal.”
Abdul Aziz bin Abi Rowwad
berkata, “Saya menemukan para salaf begitu semangat untuk melakukan amalan
sholih. Apabila telah melakukannya, mereka merasa khawatir apakah amalan mereka
diterima ataukah tidak.”
Kita harus berlindung dari
menyekutukan allah. Nasihat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam terhadap Abu
Bakar Ash-Shiddiq Syirik lebih ringan dari langkah semut. termasuk bahaya
riya'.
Berhati-Hati Dari Syirik Yang
Tersembunyi
Ma’qil bin Yasar mengatakan
bahwa dia pergi bersama Abu Bakar Ash-Shiddiq ke tempatnya Nabi Muhammad
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Lalu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata:
يَا أَبَا بَكْرٍ، لَلشِّرْكُ فِيكُمْ
أَخْفَى مِنْ دَبِيبِ النَّمْلِ
“Wahai
Abu Bakar, syirik itu di dalam diri kalian lebih tersembunyi dari jalannya
semut.”
Yang dimaksud di sini adalah
riya’ (keinginan untuk dilihat orang, keinginan untuk dipuji), itu lebih
tersembunyi dari jalannya semut.
Lalu Abu Bakar mengatakan:
وَهَلِ الشِّرْكُ إِلاَّ مَنْ جَعَلَ مَعَ
اللهِ إِلَهًا آخَرَ؟
“Bukankah
syirik itu orang yang menyekutukan Allah?”
Maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam bersabda:
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَلشِّرْكُ
أَخْفَى مِنْ دَبِيبِ النَّمْلِ
“Demi
Dzat yang jiwaku ada di tanganNya. Sungguh syirik itu lebih tersembunyi
daripada jalannya semut.”
Yang dimaksud adalah syirkul khafi.
Kita tahu bahwa orang-orang yang ahli ibadah mungkin setan sudah capek untuk
menggoda orang ini dari sisi syahwatnya. Maka dia akan menggoda ahli ibadah
dari sisi niat ibadahnya.
Karena syirik yang paling
ditakutkan nabi adalah syirik kecil yaitu riya'
dalam hadits disebutkan,
إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمْ
الشِّرْكُ الأَصْغَرُ قَالُوا يَا رَسُولَ الله وَمَا الشِّرْكُ الأَصْغَرُ؟ قَالَ
الرِّياَءُ
“Sesungguhnya
yang paling kutakutkan atas kalian ialah syirik kecil”. Mereka bertanya,
“Apakah syirik kecil tersebut wahai Rasulullah?” Jawab Beliau, “Riya’ ”. (H.R. Ahmad dengan
sanad yang shahih)
Jika ada rasa takut dan harap
didalam dada seseorang maka allah akan memberikan keamanan bagi yang hal yg
ditakuti.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu
‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menjenguk seorang
pemuda yang sedang menjelang sakaratul maut (saat menjelang kematian), maka
beliau bertanya kepada pemuda tersebut:
«كَيْفَ تَجِدُكَ؟». قَالَ: وَاللَّهِ يَا رَسُولَ
اللَّهِ، إِنِّى أَرْجُو اللَّهَ وَإِنِّى أَخَافُ ذُنُوبِي. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ «لاَ يَجْتَمِعَانِ فِى قَلْبِ عَبْدٍ فِى مِثْلِ
هَذَا الْمَوْطِنِ إِلاَّ أَعْطَاهُ اللَّهُ مَا يَرْجُو وَآمَنَهُ مِمَّا يَخَافُ»
رواه الترمذي وابن ماجه وغيرهما.
“Apa
yang kamu rasakan (dalam hatimu) saat ini?”. Dia menjawab: “Demi Allah, wahai
Rasulullah, sungguh (saat ini) aku (benar-benar) mengharapkan (rahmat) Allah
dan aku (benar-benar) takut akan (siksaan-Nya akibat dari) dosa-dosaku”.
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidaklah terkumpul
dua sifat ini (berharap dan takut) dalam hati seorang hamba dalam kondisi
seperti ini kecuali Allah akan memberikan apa yang diharapkannya dan
menyelamatkannya dari apa yang ditakutkannya” HR at-Tirmidzi (no. 983), Ibnu
Majah (no. 4261) dan al-Baihaqi dalam “Syu’abul iman” (no. 1001 dan 1002), dinyatakan
hasan oleh imam at-Tirmidzi, al-Mundziri dan syaikh al-Albani dalam “Shahihut
targiib wat tarhiib” (no. 3383).
Berharap dgn benar
إِنَّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَٱلَّذِينَ
هَاجَرُوا۟ وَجَٰهَدُوا۟ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ أُو۟لَٰٓئِكَ يَرْجُونَ رَحْمَتَ ٱللَّهِ
ۚ وَٱللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
Artinya: Sesungguhnya
orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan
Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. (Surat Al-Baqarah Ayat 218)
Sesungguhnya orang-orang yang
beriman kepada Allah dan Rasulnya dan melaksanakan syariatnya, dan mereka
meninggalkan kampung halaman mereka dan mereka berjihad di jalan Allah, mereka
itu adalah orang-orang yang berharap besar memperoleh karunia Allah dan pahala
Nya. Dan Allah maha pengampun terhadap dosa-dosa hamba-hamba Nya yang Mukmin,
maha penyayang terhadap mereka dengan rahmat yang luas.
Definisi iman yang
difahami oleh para sahabat karana ayat itu turun ditengah para sahabat yang
langsung mengimplementasikan perkara iman.
فَاِنْ اٰمَنُوْا بِمِثْلِ مَآ اٰمَنْتُمْ
بِهٖ فَقَدِ اهْتَدَوْاۚ وَاِنْ تَوَلَّوْا فَاِنَّمَا هُمْ فِيْ شِقَاقٍۚ فَسَيَكْفِيْكَهُمُ
اللّٰهُۚ وَهُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُۗ
Jika mereka telah mengimani
apa yang kamu imani, sungguh mereka telah mendapat petunjuk. Akan tetapi, jika
mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (denganmu). Maka,
Allah akan mencukupkanmu (dengan pelindungan-Nya) dari (kejahatan) mereka. Dia
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Surat Al-Baqarah Ayat 137)
Maka jika mereka yang mengajakmu
mengikuti agama mereka itu telah beriman persis sebagaimana yang kamu imani,
sehingga mereka menjadi pengi kutmu, sungguh, mereka telah mendapat petunjuk
yang benar. Akan tetapi, jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam
permusuhan denganmu, maka Allah mencukup kan engkau, wahai Nabi Muhammad
terhadap mereka dengan pertolongan dan janji-Nya yang pasti ditepati. Dan Dia
Maha Mendengar perkataan musuh-musuhmu, Maha Mengetahui apa saja yang ada dalam
hati mereka
Cinta kepada allah dan cinta
kepada Rasulullah harus benar
قُلْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللّٰهَ
فَاتَّبِعُوْنِيْ يُحْبِبْكُمُ اللّٰهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْۗ وَاللّٰهُ
غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
Katakanlah (Nabi Muhammad),
“Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintaimu dan
mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Ali Imran
31)
Katakanlah, wahai Nabi Muhammad,
kepada mereka yang merasa mencintai Allah, “Jika kalian mencintai Allah,
ikutilah aku, dengan melaksanakan segala perintah Allah dan menjauhi segala
larang-an-Nya yang disyariatkan melalui aku, juga ditambah dengan melaksanakan
sunahsunahku, niscaya Allah mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian.”
Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang terhadap siapa pun yang mengikuti perintah
Rasul-Nya dan meninggalkan larangannya.
Penulis
Ahmad Abu Syakirah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar