Masjid Baitul Hikmah (Graha El Nusa)
Jl TB Simatupang Kav. 1B Cilandak Timur Pasar Minggu JakSel
Pemateri Ustadz Mahfudz Umri, Lc. hafizhahullah
BEKAL MENUJU RAMADHAN
Setelah khutbahtul hajjah beliau
menyampaikan kepada jama'ah tentang pentingnya rasa bersyukur dan bersabar
terhadap cobaan dengan harapan Allah akan mengangkat derajat kita. Beberapa
hari kedepan kita akan memasuki bulan Ramadhan dan seyogyanya kita menyambung
bulan Ramadhan karena para sahabat juga bergembira dengan kedatangan Ramadhan. Salah
satu tanda keimanan adalah seorang muslim bergembira menyambut Ramadhan. Ibarat
akan menyambut tamu agung yang ia nanti-nantikan, maka ia persiapkan segalanya
dan tentu hati menjadi sangat senang tamu Ramadhan akan datang. Tentu lebih
senang lagi jika ia menjumpai Ramadhan.
Para ulama dan orang shalih
sangat merindukan dan berbahagia jika Ramadhan akan datang. Ibnu Rajab
Al-Hambali berkata,
ﻗَﺎﻝَ ﺑَﻌْﺾُ ﺍﻟﺴَّﻠَﻒُ : ﻛَﺎﻧُﻮْﺍ ﻳَﺪْﻋُﻮْﻥَ
ﺍﻟﻠﻪَ ﺳِﺘَّﺔَ ﺃَﺷْﻬُﺮٍ ﺃَﻥْ ﻳُﺒَﻠِّﻐَﻬُﻢْ ﺷَﻬْﺮَ ﺭَﻣَﻀَﺎﻥَ، ﺛُﻢَّ ﻳَﺪْﻋُﻮْﻧَﺎﻟﻠﻪَ
ﺳِﺘَّﺔَ ﺃَﺷْﻬُﺮٍ ﺃَﻥْ ﻳَﺘَﻘَﺒَّﻠَﻪُ ﻣِﻨْﻬُﻢْ
“Sebagian
salaf berkata, ‘Dahulu mereka (para salaf) berdoa kepada Allah selama enam
bulan agar mereka dipertemukan lagi dengan Ramadhan. Kemudian mereka juga
berdoa selama enam bulan agar Allah menerima (amal-amal shalih di Ramadhan yang
lalu) mereka.” (Latha’if Al-Ma’arif hal. 232)
Hendaknya seorang muslim khawatir
akan dirinya jika tidak ada perasaan gembira akan datangnya Ramadhan. Ia merasa
biasa-biasa saja dan tidak ada yang istimewa. Bisa jadi ia terluput dari
kebaikan yang banyak. Karena ini adalah karunia dari Allah dan seorang muslim
harus bergembira.
Hadits Abu Hurairah radhialahu
’anhu, dia berkata: Rasulullah sallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:
أَتَاكُمْ رَمَضَانُ شَهْرٌ مُبَارَكٌ فَرَضَ
اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ , تُفْتَحُ فِيهِ أَبْوَابُ السَّمَاءِ
, وَتُغْلَقُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَحِيمِ , وَتُغَلُّ فِيهِ مَرَدَةُ الشَّيَاطِينِ
, لِلَّهِ فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ, مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ
حُرِمَ ” رواه النسائي ( 2106 ) وأحمد (8769) صححه الألباني في صحيح الترغيب ( 999 )
“Bulan
Ramadhan telah tiba menemui kalian, bulan (penuh) barokah, Allah wajibkan kepada
kalian berpuasa. Pada bulan itu pintu-pintu langit dibuka, pintu-pintu (neraka)
jahim ditutup, setan-setan durhaka dibelenggu. Padanya Allah memiliki malam
yang lebih baik dari seribu bulan, siapa yang terhalang mendapatkan
kebaikannya, maka sungguh dia terhalang (mendapatkan kebaikan yang banyak).”
[HR. Nasa’i, no. 2106, Ahmad, no. 8769. Dishahihkan oleh Al-Albany dalam Shahih
At-Targhib, no. 999]
Bergembira dengan datangnya
Ramadhan
hadits Abu Hurairah di mana Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا
غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
”Barangsiapa
yang berpuasa di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah
maka dosanya di masa lalu pasti diampuni”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Puasa akan melahirkan keberkahan
dalam kehidupan. Dalam bahasa Arab, barokah bermakna tetapnya sesuatu, dan bisa
juga bermakna bertambah atau berkembangnya sesuatu. Barokah juga adalah
kebaikan yang melimpah
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا
غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Siapa
yang shiyam Ramadhan karena iman dan berharap pahala, akan diampuni dosanya
yang telah lalu.” (HR. Bukhari)
Di malam harinya kita qiyam.
Disyariatkan kita untuk shalat tarawih. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam bersabda:
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا
غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Siapa
yang qiyam Ramadhan bahan karena iman dan berharap pahala, akan diampuni
dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari)
Puasa telah diwajibkan oleh Allah
sebagaimana umat terdahulu
الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ
مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ ﴿١٨٣﴾
“Wahai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa.” (QS.
Al-Baqarah[2]: 183)
Dan kita butuh bekal sebelum
masuk ramadhan sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
يَا بَنِي آَدَمَ قَدْ أَنْزَلْنَا عَلَيْكُمْ
لِبَاسًا يُوَارِي سَوْآَتِكُمْ وَرِيشًا وَلِبَاسُ التَّقْوَى ذَلِكَ خَيْرٌ
“Hai
anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup
auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling
baik.” (QS. Al-A’raf: 26).
Ibnu Taimiyah rahimahullah
memberikan kita penjelasan menarik mengenai pengertian takwa. Beliau
rahimahullah berkata,
“Takwa adalah seseorang beramal
ketaatan pada Allah atas cahaya (petunjuk) dari Allah karena mengharap
rahmat-Nya dan ia meninggalkan maksiat karena cahaya (petunjuk) dari Allah
karena takut akan siksa-Nya. Tidaklah seseorang dikatakan mendekatkan diri pada Allah selain dengan menjalankan
kewajiban yang Allah tetapkan dan menunaikan hal-hal yang sunnah. Allah Ta’ala
berfirman,
وَمَا تَقَرَّبَ إِلَىَّ عَبْدِى بِشَىْءٍ
أَحَبَّ إِلَىَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ ، وَمَا يَزَالُ عَبْدِى يَتَقَرَّبُ
إِلَىَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ
“Tidaklah
seorang hamba mendekatkan diri pada-Ku dengan amalan wajib yang Aku cintai. Dan
hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri pada-Ku dengan amalan sunnah hingga Aku
mencintainya.” Inilah hadits shahih yang disebut dengan hadits qudsi
diriwayatkan oleh Imam Bukhari.” (Al Majmu’ Al Fatawa, 10: 433)
Agar ibadah diterima di sisi
Allah, haruslah terpenuhi dua syarat, yaitu:
1. Ikhlas karena Allah.
2. Mengikuti tuntunan Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam (ittiba’).
Jika salah satu syarat saja yang
terpenuhi, maka amalan ibadah menjadi tertolak. Berikut kami sampaikan
bukti-buktinya dari Al Qur’an, As Sunnah, dan Perkataan Sahabat.
Dalil dari dua syarat di atas
disebutkan sekaligus dalam firman Allah Ta’ala,
فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ
عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
“Barangsiapa
mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang
saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada
Tuhannya“.” (QS. Al Kahfi: 110)
Dalil dari Al Hadits
Dua syarat diterimanya amalan
ditunjukkan dalam dua hadits. Hadits pertama dari ‘Umar bin Al Khottob,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ ، وَإِنَّمَا
لاِمْرِئٍ مَا نَوَى ، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ
إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوِ
امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا ، فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ
“Sesungguhnya
setiap amalan tergantung pada niat. Dan setiap orang akan mendapatkan apa yang
ia niatkan. Barangsiapa yang berhijrah karena
Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya adalah pada Allah dan Rasul-Nya.
Barangsiapa yang hijrah karena dunia yang ia cari-cari atau karena wanita yang
ingin ia nikahi, maka hijrahnya berarti pada apa yang ia tuju (yaitu dunia dan
wanita, pen)” HR. Bukhari no. 6689 dan Muslim no. 1907.
Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu
‘anhuma berkata,
كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ ، وَإِنْ رَآهَا
النَّاسُ حَسَنَةً
“Setiap bid’ah adalah sesat,
walaupun manusia menganggapnya baik.” Diriwayatkan oleh Ibnu Battoh
dalam Al Ibanah ‘an Ushulid Diyanah, 2/212/2 dan Al Lalika’i dalam As Sunnah (1/21/1)
secara mauquf
1. Definisi puasa
Secara bahasa yaitu menahan diri
dari sesuatu
فَكُلِي وَاشْرَبِي وَقَرِّي عَيْنًا ۖ
فَإِمَّا تَرَيِنَّ مِنَ الْبَشَرِ أَحَدًا فَقُولِي إِنِّي نَذَرْتُ لِلرَّحْمَٰنِ
صَوْمًا فَلَنْ أُكَلِّمَ الْيَوْمَ إِنْسِيًّا
“Makan, minum, dan
bersukacitalah engkau. Jika engkau melihat seseorang, katakanlah, ‘Sesungguhnya
aku telah bernazar puasa (bicara) untuk Tuhan Yang Maha Pengasih. Oleh karena
itu, aku tidak akan berbicara dengan siapa pun pada hari ini.” 19.Maryam :
26
Secara syari puasa adalah menahan
diri dari semua yang membatalkan puasa sejak terbitnya fajar (awal waktu
shubuh) sampai terbenamnya matahari (waktu maghrib) dgn niat ibadah bukan
karena selainnya.
Dalam hadits disebutkan,
الفَجْرُ فَجْرَانِ ، فَجْرٌ يُحْرَمُ الطَّعَامُ
وَتَحِلُّ فِيْهِ الصَّلاَةُ ، وَفَجْرٌ تُحْرَمُ فِيْهِ الصَّلاَةُ (أَيْ صَلاَةُ
الصُّبْحِ) وَيَحِلُّ فِيْهِ الطَّعَامُ
“Fajar
ada dua macam: [Pertama] fajar diharamkan untuk makan dan dihalalkan untuk
shalat (yaitu fajar shodiq, fajar masuknya waktu shubuh, -pen) dan [Kedua]
fajar yang diharamkan untuk shalat shubuh dan dihalalkan untuk makan (yaitu
fajar kadzib, fajar yang muncul sebelum fajar shodiq, -pen).” (Diriwayatakan
oleh Al-Baihaqi dalam Sunan Al-Kubro, no. 8024 dalam “Puasa”, Bab “Waktu yang
diharamkan untuk makan bagi orang yang berpuasa” dan Ad Daruquthni dalam
“Puasa”, Bab “Waktu makan sahur”, no. 2154. Ibnu Khuzaimah dan Al-Hakim
mengeluarkan hadits ini dan keduanya menshahihkannya sebagaimana terdapat dalam
Bulughul Marom)
2. Keutamaan puasa
Adapun keutamaan puasa
diantaranya :
1. Puasa termasuk ketaatan yang sangat agung.
2. Diberikan pahala yang tidak ada batas
3. Diampunkan dosa
4. Dijauhkan wajahnya dari api neraka
5. Masuk surga melalui pintu khusus yaitu Ar-Royan
6. Berbahagia dengan berbuka dan berjumpa dengan Allah.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ
عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ
الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِى وَأَنَا أَجْزِى بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ
أَجْلِى لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ
رَبِّهِ. وَلَخُلُوفُ فِيهِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ
“Setiap
amalan kebaikan yang dilakukan oleh manusia akan dilipatgandakan dengan sepuluh
kebaikan yang semisal hingga tujuh ratus kali lipat. Allah Ta’ala berfirman
(yang artinya), “Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku.
Aku sendiri yang akan membalasnya. Disebabkan dia telah meninggalkan syahwat
dan makanan karena-Ku. Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua
kebahagiaan yaitu kebahagiaan ketika dia berbuka dan kebahagiaan ketika
berjumpa dengan Rabbnya. Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di
sisi Allah daripada bau minyak kasturi.” (HR. Bukhari no. 1904, 5927 dan
Muslim no. 1151)
Puasa adalah perisai bagi
nya Dalam sebuah hadits, Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الصِّيَامُ جُنَّةٌ
“Puasa
adalah perisai” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Puasa melatih kesabaran Dari Abu
Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ
، فَلاَ يَرْفُثْ وَلاَ يَصْخَبْ ، فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ ، أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ
إِنِّى امْرُؤٌ صَائِمٌ .
“Jika
salah seorang dari kalian sedang berpuasa, maka janganlah berkata-kata kotor,
dan jangan pula bertindak bodoh. Jika ada seseorang yang mencelanya atau
mengganggunya, hendaklah mengucapkan: sesungguhnya aku sedang berpuasa.”
(HR. Bukhari no. 1904 dan Muslim no. 1151)
Pintu Surga Ar-Rayyan
Ar Rayyan secara bahasa berarti
puas, segar dan tidak haus. Ar Rayyan ini adalah salah satu pintu di surga dari
delapan pintu yang ada yang disediakan khusus bagi orang yang berpuasa.
Dari Sahl bin Sa’ad, dari Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
إِنَّ فِى الْجَنَّةِ بَابًا يُقَالُ لَهُ
الرَّيَّانُ ، يَدْخُلُ مِنْهُ الصَّائِمُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ، لاَ يَدْخُلُ مِنْهُ
أَحَدٌ غَيْرُهُمْ يُقَالُ أَيْنَ الصَّائِمُونَ فَيَقُومُونَ ، لاَ يَدْخُلُ مِنْهُ
أَحَدٌ غَيْرُهُمْ ، فَإِذَا دَخَلُوا أُغْلِقَ ، فَلَمْ يَدْخُلْ مِنْهُ أَحَدٌ
“Sesungguhnya
di surga ada suatu pintu yang disebut “ar rayyan“. Orang-orang yang berpuasa
akan masuk melalui pintu tersebut pada hari kiamat. Selain orang yang berpuasa
tidak akan memasukinya. Nanti orang yang berpuasa akan diseru, “Mana orang yang
berpuasa.” Lantas mereka pun berdiri, selain mereka tidak akan memasukinya.
Jika orang yang berpuasa tersebut telah memasukinya, maka akan tertutup dan
setelah itu tidak ada lagi yang memasukinya” (HR. Bukhari no. 1896 dan
Muslim no. 1152).
3. Keutamaan bulan Ramadhan
Ramadhan bln quran
2.Al-Baqarah : 185
شَهْرُ
رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَىٰ
وَالْفُرْقَانِ ۚ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۖ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا
أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۗ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ
وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ
عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Bulan Ramadan adalah (bulan) yang
di dalamnya diturunkan Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan
penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu serta pembeda (antara yang hak dan
yang batil). Oleh karena itu, siapa di antara kamu hadir (di tempat tinggalnya
atau bukan musafir) pada bulan itu, berpuasalah. Siapa yang sakit atau dalam
perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya) sebanyak hari yang
ditinggalkannya pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu
dan tidak menghendaki kesukaran. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan
mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu agar kamu
bersyukur.
Dan di turunkan di malam
lailatul qadr
Lailatul Qadar adalah malam penuh
kemuliaan. Pada malam tersebut, para malaikat turun ke langit dunia sehingga
keadaan bumi penuh sesak. Malaikat turun membawa keberkahan dan rahmat. Pada
malam tersebut datang keselamatan, tidak ada kejelekan dan setan pun menjauh
untuk menggoda manusia. Keselamatan atau kesejahteraan ketika itu ada hingga
terbit fajar. Inilah di antara keutamaan lailatul qadar yang dibahas dalam
surat Al Qadr.
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ
(1) وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ (2) لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ
شَهْرٍ (3) تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ
أَمْرٍ (4) سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ (5)
“Sesungguhnya
Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu
apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.
Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya
untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit
fajar.” (QS. Al Qadr: 1-5).
Lailatul qodarolloh di sepuluh
hari terakhir
Ada hadits yang disebutkan oleh
Ibnu Hajar Al Asqolani dalam Bulughul Marom, yaitu hadits no. 698.
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا
قَالَتْ: – كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا دَخَلَ اَلْعَشْرُ
-أَيْ: اَلْعَشْرُ اَلْأَخِيرُ مِنْ رَمَضَانَ- شَدَّ مِئْزَرَهُ, وَأَحْيَا لَيْلَهُ,
وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ – مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari ‘Aisyah radhiyallahu
‘anha, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa ketika
memasuki 10 Ramadhan terakhir, beliau bersungguh-sungguh dalam ibadah (dengan
meninggalkan istri-istrinya), menghidupkan malam-malam tersebut dengan ibadah,
dan membangunkan istri-istrinya untuk beribadah.” Muttafaqun ‘alaih. (HR. Bukhari
no. 2024 dan Muslim no. 1174).
Satu Huruf yang Dibaca dari
Al-Qur’an Dibalas Sepuluh Kebaikan
وَعَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ
قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ “مَنْ قَرَأَ حَرْفًا
مِنْ كِتَابِ اللهِ فَلَهُ حَسَنَةٌ وَالحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا , لاَ أَقُوْلُ
الم حَرْفٌ وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلاَمٌ حَرْفٌ وَمِيْمٌ حَرْفٌ”
رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ وَقَالَ حَدِيْثٌ حَسَنٌ صَحِيْحٌ
Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu
berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang
membaca satu huruf dari kitab Allah, maka baginya satu kebaikan. Satu kebaikan
itu dibalas dengan sepuluh kali lipatnya. Aku tidak mengatakan alif laam miim
itu satu huruf, tetapi aliif itu satu huruf, laam itu satu huruf, dan miim itu
satu huruf.” (HR. Tirmidzi, no. 2910. Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini
hasan sahih). [HR. Tirmidzi, no. 2910. Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilaly
mengatakan bahwa sanad hadits ini sahih].
Ayo semangat baca Al-Qur’an karena
satu huruf yang dibaca dari Al-Qur’an dibalas sepuluh kebaikan. Sebaiknya membaca
alquran dari mushaf sbagai mana atsar Ibnu Mas'ud
Juga hadits Abdullah bin Mas’ûd
Radhiyallahu anhu yang juga marfu’:
مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَعْلَمَ أَنَّهُ يُحِبَّ
اللَّهَ وَرَسُولَهُ، فَلْيَقْرَأْ فِي الْمُصْحَفِ
Barangsiapa ingin mengetahui
bahwa dirinya cinta Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya, maka hendaklah dia
membacanya dalam mushaf
Keutamaan Puasa
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا
غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa
berpuasa Ramadhan atas dasar iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosanya
yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari, no. 38; Muslim, no. 760, dari
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu).
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ
عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Wahai orang-orang yang
beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang
sebelum kamu agar kamu bertakwa. 2.Al-Baqarah : 183
Keutamaan Qiyamul lail dibulan
ramadhan
Dari Abu Hurairah, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا
غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa
melakukan qiyam Ramadhan karena iman dan mencari pahala, maka dosa-dosanya yang
telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari no. 37 dan Muslim no. 759).
Sholat bersama imam sampai
selesai pahala semalam suntuk
Dari Abu Dzar, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah mengumpulkan keluarga dan para sahabatnya. Lalu beliau
bersabda,
إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الإِمَامِ حَتَّى
يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةً
“Siapa
yang shalat bersama imam sampai ia selesai, maka ditulis untuknya pahala qiyam
satu malam penuh.” HR. An Nasai
no. 1605, Tirmidzi no. 806, Ibnu Majah no. 1327, Ahmad dan Tirmidzi. Tirmidzi
menshahihkan hadits ini. Syaikh Al Albani dalam Al Irwa’ no. 447 mengatakan
bahwa hadits ini shahih.
Banyak orang yang malas melakukan amal sholih dibulan ramadhan karena
jiwa nya sakit
Dari An Nu’man bin Basyir
radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَلاَ وَإِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا
صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ .
أَلاَ وَهِىَ الْقَلْبُ
“Ingatlah
bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula
seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa
ia adalah hati (jantung)” (HR. Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599).
Banyak manusia tertipu dengan dua
nimat yaitu nikmat sehat dan nikmat waktu luang. Hadits nikmat waktu luang
Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ
مِنَ النَّاسِ ، الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ
”Ada
dua kenikmatan yang banyak manusia tertipu, yaitu nikmat sehat dan waktu
senggang”. (HR. Bukhari no. 6412, dari Ibnu ‘Abbas)
4. Mengawali bulan Ramadhan
وَعَنِ اِبْنِ عُمَرَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا
قَالَ: – تَرَاءَى اَلنَّاسُ اَلْهِلَالَ, فَأَخْبَرْتُ رَسُولَ اَللَّهِ – صلى الله
عليه وسلم – أَنِّي رَأَيْتُهُ, فَصَامَ, وَأَمَرَ اَلنَّاسَ بِصِيَامِهِ – رَوَاهُ
أَبُو دَاوُدَ, وَصَحَّحَهُ اِبْنُ حِبَّانَ, وَالْحَاكِمُ
Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu
‘anhuma, ia berkata, “Manusia sedang memperhatikan hilal. Lalu aku mengabarkan
kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa aku telah melihat hilal.
Kemudian beliau berpuasa dan memerintahkan kaum muslimin untuk berpuasa.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daud dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban dan Al
Hakim.
Berpuasa ketika orang berpuasa
dan berhari raya dengan kaum muslimin.
Hendaknya kaum Muslimin memulai
dan mengakhiri puasa Ramadan bersama pemerintah. Sehingga tercapai persatuan
dan kebersamaan dalam melaksanakan ibadah yang agung ini. Hari raya merupakan
syiar oleh karena itu telah diatur oleh pemerintah.
Dalam sebuah hadis,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، أَنّ النَّبِيَّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، قَالَ : ” الصَّوْمُ يَوْمَ تَصُومُونَ وَالْفِطْرُ
يَوْمَ تُفْطِرُونَ وَالْأَضْحَى يَوْمَ تُضَحُّونَ
“Dari Abu
Hurairah Radhiallahu’anhu, bahwasanya Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam
bersabda: ‘Hari puasa adalah hari ketika orang-orang berpuasa, Idul Fitri
adalah hari ketika orang-orang berbuka, dan Idul Adha adalah hari ketika
orang-orang menyembelih‘” (HR. Tirmidzi 632, Ad Daruquthni 385).
Jika mendengar adzan ketika
masih sahur maka dilanjutkan
hadits dari Abu Hurairah,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا سَمِعَ أَحَدُكُمُ النِّدَاءَ وَالإِنَاءُ
عَلَى يَدِهِ فَلاَ يَضَعْهُ حَتَّى يَقْضِىَ حَاجَتَهُ مِنْهُ
“Jika
salah seorang di antara kalian mendengar azan sedangkan sendok terakhir masih
ada di tangannya, maka janganlah dia meletakkan sendok tersebut hingga dia
menunaikan hajatnya hingga selesai.” HR. Abu Daud no. 2350. Syaikh Al
Albani mengatakan hadits ini hasan shahih.
6. Yang membatalkan puasa di
bulan ramadhan
·
Makan minum disiang hari
(berdosa)
·
Jima' disiang hari
(membayar kafarat) membebaskan budak, puasa 2 bulan berturut-turut, memberikan
makan orang miskin.
Dari Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوسٌ عِنْدَ النَّبِىِّ
– صلى الله عليه
وسلم – إِذْ جَاءَهُ رَجُلٌ ، فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلَكْتُ . قَالَ « مَا
لَكَ » . قَالَ وَقَعْتُ عَلَى امْرَأَتِى وَأَنَا صَائِمٌ . فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ
– صلى الله عليه وسلم – « هَلْ تَجِدُ رَقَبَةً تُعْتِقُهَا » . قَالَ لاَ . قَالَ
« فَهَلْ تَسْتَطِيعُ أَنْ تَصُومَ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ » . قَالَ لاَ . فَقَالَ
« فَهَلْ تَجِدُ إِطْعَامَ سِتِّينَ مِسْكِينًا » . قَالَ لاَ . قَالَ فَمَكَثَ النَّبِىُّ
– صلى الله عليه وسلم – ، فَبَيْنَا نَحْنُ عَلَى ذَلِكَ أُتِىَ النَّبِىُّ – صلى الله
عليه وسلم – بِعَرَقٍ فِيهَا تَمْرٌ – وَالْعَرَقُ الْمِكْتَلُ – قَالَ « أَيْنَ السَّائِلُ
» . فَقَالَ أَنَا . قَالَ « خُذْهَا فَتَصَدَّقْ بِهِ » . فَقَالَ الرَّجُلُ أَعَلَى
أَفْقَرَ مِنِّى يَا رَسُولَ اللَّهِ فَوَاللَّهِ مَا بَيْنَ لاَبَتَيْهَا – يُرِيدُ
الْحَرَّتَيْنِ – أَهْلُ بَيْتٍ أَفْقَرُ مِنْ أَهْلِ بَيْتِى ، فَضَحِكَ النَّبِىُّ
– صلى الله عليه وسلم – حَتَّى بَدَتْ أَنْيَابُهُ ثُمَّ قَالَ « أَطْعِمْهُ أَهْلَكَ »
“Suatu hari kami duduk-duduk di dekat Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam kemudian datanglah seorang pria menghadap beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam. Lalu pria tersebut mengatakan, “Wahai Rasulullah, celaka
aku.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Apa yang terjadi padamu?”
Pria tadi lantas menjawab, “Aku telah menyetubuhi istri, padahal aku sedang
puasa.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Apakah
engkau memiliki seorang budak yang dapat engkau merdekakan?” Pria tadi
menjawab, “Tidak”. Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya lagi,
“Apakah engkau mampu berpuasa dua bulan berturut-turut?” Pria tadi menjawab,
“Tidak”. Lantas beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya lagi, “Apakah
engkau dapat memberi makan kepada 60 orang miskin?” Pria tadi juga menjawab,
“Tidak”. Abu Hurairah berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas diam.
Tatkala kami dalam kondisi demikian, ada yang memberi hadiah satu wadah kurma
kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi
wa sallam berkata,“Di mana orang yang bertanya tadi?” Pria tersebut lantas
menjawab, “Ya, aku.” Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,
“Ambillah dan bersedakahlah dengannya.” Kemudian pria tadi mengatakan, “Apakah
akan aku berikan kepada orang yang lebih miskin dariku, wahai Rasulullah? Demi
Allah, tidak ada yang lebih miskin di ujung timur hingga ujung barat kota
Madinah dari keluargaku. ” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu tertawa sampai
terlihat gigi taringnya. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,
“Berilah makanan tersebut pada keluargamu.” (HR. Bukhari no. 1936 dan
Muslim no. 1111).
·
Muntah dgn sengaja
Dari Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ ذَرَعَهُ قَىْءٌ وَهُوَ صَائِمٌ فَلَيْسَ
عَلَيْهِ قَضَاءٌ وَإِنِ اسْتَقَاءَ فَلْيَقْضِ
“Barangsiapa yang muntah menguasainya (muntah tidak sengaja)
sedangkan dia dalam keadaan puasa, maka tidak ada qadha’ baginya. Namun apabila
dia muntah (dengan sengaja), maka wajib baginya membayar qadha’.” (HR. Abu
Daud, no. 2380; Ibnu Majah, no. 1676; Tirmidzi, no. 720. Al-Hafizh Abu Thahir
mengatakan bahwa sanad hadits ini dha’if. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa
hadits ini shahih)
·
Haidh dan nifas
·
Niat membatalkan puasa
Hal yang tidak membatalkan
puasa
1. Junub dan belum mandi sampai shubuh
2. Mencium istri.
Dari ‘Aisyah
radhiyallahu ‘anha, beliau berkata,
كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم
– يُقَبِّلُ وَيُبَاشِرُ ، وَهُوَ صَائِمٌ ، وَكَانَ أَمْلَكَكُمْ لإِرْبِهِ .
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mencium dan
mencumbu istrinya sedangkan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan
berpuasa. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan demikian karena beliau
adalah orang yang paling kuat menahan syahwatnya.” R. Bukhari no. 1927 dan
Muslim no. 1106.
3. Mandi dengan air dingin atau menyiram air ke kepala
Hal ini juga
dikuatkan oleh sebuah riwayat dari Abu Bakr, beliau berkata,
لَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله
عليه وسلم- بِالْعَرْجِ يَصُبُّ عَلَى رَأْسِهِ الْمَاءَ وَهُوَ صَائِمٌ مِنَ الْعَطَشِ
أَوْ مِنَ الْحَرِّ
“Sungguh, aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam di Al ‘Aroj mengguyur kepalanya -karena keadaan yang sangat haus atau
sangat terik- dengan air sedangkan beliau dalam keadaan berpuasa. ” (HR.
Abu Daud no. 2365
4. Berkumur
Ibnu Taimiyah
rahimahullah menyatakan,
أَمَّا الْمَضْمَضَةُ وَالِاسْتِنْشَاقُ
فَمَشْرُوعَانِ لِلصَّائِمِ بِاتِّفَاقِ الْعُلَمَاءِ . وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالصَّحَابَةُ يَتَمَضْمَضُونَ وَيَسْتَنْشِقُونَ مَعَ
الصَّوْمِ . لَكِنْ قَالَ لِلَقِيطِ بْنِ صَبِرَةَ : ” { وَبَالِغْ فِي الِاسْتِنْشَاقِ
إلَّا أَنْ تَكُونَ صَائِمًا } فَنَهَاهُ عَنْ الْمُبَالَغَةِ ؛ لَا عَنْ الِاسْتِنْشَاقِ
“Adapun berkumur-kumur dan beristinsyaq (menghirup air dalam
hidung) disyari’atkan (dibolehkan) bagi orang yang berpuasa dan hal ini
disepakati oleh para ulama. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat
juga berkumur-kumur dan beristinsyaq ketika berpuasa. Akan tetapi Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam katakan pada Laqith bin Shabirah,
“Bersungguh-sungguhlah dalam beristinsyaq (menghirup air dalam hidung) kecuali
jika engkau berpuasa” HR. Abu Daud no. 142, Tirmidzi no. 788, An-Nasa’i no.
114, Ibnu Majah no. 448. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini
shahih.
5. Mencicipi makanan . Atsar Ibnu Abbas
Ibnu ‘Abbas
mengatakan,
لاَ بَأْسَ أَنْ يَذُوْقَ الخَلَّ أَوْ
الشَّيْءَ مَا لَمْ يَدْخُلْ حَلْقَهُ وَهُوَ صَائِمٌ
“Tidak mengapa seseorang yang sedang berpuasa mencicipi cuka
atau sesuatu, selama tidak masuk sampai ke kerongkongan.” (HR. Ibnu Abi
Syaibah dalam Mushonnaf no. 9277. Syaikh Al Albani dalam Irwa’ no. 937
mengatakan bahwa hadits ini hasan)
6. Berbekam atau donor darah.
يُسْأَلُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ – رضى الله
عنه – أَكُنْتُمْ تَكْرَهُونَ الْحِجَامَةَ لِلصَّائِمِ قَالَ لاَ . إِلاَّ مِنْ أَجْلِ
الضَّعْفِ
Anas bin
Malik radhiyallahu ‘anhu ditanya, “Apakah kalian tidak menyukai berbekam bagi orang
yang berpuasa?” Beliau berkata, “Tidak, kecuali jika bisa menyebabkan lemah.”
(HR. Bukhari no. 1940)
7. Memakai celak dan suntik maningitis
Bukhari juga
berkata dalam kitab shohihnya tanpa menyebutkan sanad,
وَلَمْ يَرَ أَنَسٌ وَالْحَسَن وَإِبْرَاهِيم
بِالْكُحْلِ لِلصَّائِمِ بَأْسًا
“Anas, Al Hasan, dan Ibrahim tidaklah menilai bermasalah
untuk bercelak ketika puasa.”
Riwayat di atas
dikuatkan oleh ‘Abdur Rozak dengan menyambungkan dan sanadnya shohih,
لَا بَأْس بِالْكُحْلِ لِلصَّائِمِ
“Tidak mengapa bercelak untuk orang yang berpuasa.”
(Lihat Fathul Bari, 6/180)
8. Menelan ludah
Penulis
Ahmad abu Syakirah
26 Sya’ban 1446H
25 Februari 2025
Tidak ada komentar:
Posting Komentar